Posted by : Unknown Jul 8, 2013

 Cara Mengolah Limbah Batik Dengan Jamur Kayu Lapuk
 

BANYAKNYA industri batik yang berkembang di 'Kota Batiknya Dunia'. Belum dibarengi dengan kesadaran penanganan Pencemaran limbah batik yang ditimbulkan. Limbah batik belum diolah secara optimal, agar dampak pencemarannya terhadap lingkungan bisa dikurangi. Apakah itu industri batik dalam skala rumahan, ataupun besar. Banyaknya kendala yang dihadapi untuk mewujudkan niat mengolah limbah batik menjadi lebih ramah lingkungan. Mulai dari besarnya biaya pembuatan instalasi pengolah limbah (Ipal), hingga persoalan minimnya lahan untuk membangun prasarana dan sarana pengolah limbah. Hal inilah yang melatarbelakangi sebuah tim kecil yang dikomandani Abu Ayyash, warga Kelurahan Panjang Baru RT 4 RW 5 Kecamatan Pekalongan Utara. Ayyash, yang juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Front Pembela Islam (FPI) Kota Pekalongan, bersama tiga anggota timnya, masing – masing Ibnu Aidy, Cherik AG, serta Tufail, mencoba membuat inovasi untuk mengatasi permasalahan limbah batik.
Akhir tahun 2012 lalu, mereka telah mengusulkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat tentang pembuatan instalasi pengolahan limbah batik yang ramah lingkungan. Metodenya, adalah pengolahan limbah dengan memanfaatkan jamur kayu lapuk dengan skala industri rumahan. Maka, proposal berjudul 'Membuat instalasi pengolah limbah batik melalui pemanfaatan teknologi fermentasi berbahan jamur kayu lapuk berskala industri rumahan dalam upaya mendukung program clean development mechanism di Kota Pekalongan, mereka usulkan ke Bappeda.
Hibah Bersaing
Kegiatan yang terangkum secara rinci dalam proposal itu, diusulkan untuk mengikuti program kegiatan 'Hibah Bersaing' tahun 2012 yang diselenggarakan Bappeda Kota Pekalongan, kisaran November 2012. bappeda akhirnya menyetujuinya. Hingga kemudian, pengolahan limbah batik dengan memanfaatkan jamur kayu lapuk diujicobakan secara nyata di lapangan pada sebuah lahan milik pengrajin batik di Kradenan, Pekalongan Selatan. Hasilnya, cukup memuaskan. Pembuatan instalasi pengolah limbah yang mereka usulkan mendapat apresiasi, yakni menjadi salah satu pemenang kegiatan hibah bersaing. Meski belum teruji secara klinis, namun dilihat secara fisik, kepekatan warna air limbah batik bisa dikurangi hingga sekitar 80 persen. Ditemui di rumahnya yang cukup sederhana. Abu Ayyash membeberkan mengani mekanisme sistem kerja dari awal, pembuatan instalasi pengolah limbah yang ia kembangkan bersama timnya itu.
Murah, Mudah
Menurut dia, apa yang sudah ia lakukan bisa diaplikasikan oleh siapa saja, terutama para pengrajin batik yang ingin agar efek pencemaran limbah hasil industrinya terhadap lingkungan bisa dikurangi. “Selain biayanya relatif murah, mudah diaplikasikan, juga ramah lingkungan,” kata Ayyash, (14/3). Dalam ujicoba di sebuah home industri batik milik seorang pengrajin di Kradenan, besaran biaya dari sejak instalasi, pembelian bahan – bahan dan material, hingga upah tukang sebesar Rp 10 juta. Itu selesai dikerjakan dalam waktu lima hari. Sementara, bak pengolah limbah yang diujicoba menampung sekitar 1.500 liter air. “Kalau ingin lebih ideal lagi, total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 17 juta hingga Rp 20 juta,” imbuhnya.
Ia memaparkan, prinsip kerja pengolah limbah yang ia kembangkan merupakan perpaduan metode biologis dan fisika. Material yang digunakan antara lain jamur kayu lapuk (sebagai degradator / pengurang zat warna), bebatuan vulkanik (sebagai penyaring), batu zeolit (sebagai penjernih), dan karbon aktif (penetralisir bau). Dipakai pula material 'chithosan', yang merupakan pecahan atau serbuk kulit kerang maupun udang. “Bahan ini berfungsi untuk mengurai logam berat yang terkandung dalam air limbah,” jelasnya. Secara garis besar, Ayyash menjelaskan, ada lima tahapan yang dilalui dalam instalasi pengolahan limbah yang dikembangkannya, yakni pengendapan (presipitasi), dekolorisasi, dekomposisi, detoksifikasi, serta filterisasi.
Tahap pengendapan, air limbah ditampung dulu dalam bak penjebak. Tujuannya untuk memisahkan partikel zat warna batik agar bisa terurai secara fermentasi. Dalam bak tersebut, dikasih kapang (sejenis jamur). Dari bak pertama, air limbah masuk ke bak kedua yang berisi bebatuan vulkanik. Melalui pori – pori bebatuan ini, proses penyaringan sudah terjadi. Antara air dan zat warna sudah mulai terpisah. “Selanjutnya, air limbah dialirkan ke bak ke tiga, berisi chithosan untuk memisahkan logam berat,” sambungnya. Dijelaskannya, hingga tahap ini, sudah terjadi proses 'dekolorisasi'. Yaitu pengurangan kandungan zat warna secara degradasi.
Tahap selanjutnya, mengalirkan limbah pada bak penampungan yang dikasih media batu zaolit. Dari sinilah, perubahan zat warna sudah tampak jelas. Sebelumnya, jelas Ayyash, zeolit sudah diproses melalui 'fotokatalisasi' dengan jamur yang sudah dicairkan. “Kita memanfaatkan ultraviolet dari sinar matahari dalam proses fotokatalisasi ini,” ungkapnya. Fase berikutnya, adalah 'detoksifikasi' atau pengurangan kandungan racun di limbah. Yakni memakai karbon aktif. Selanjutnya pada fase terakhir, proses dekomposisi. Yaitu penyempurnaan pengolahan limbah dari zat an-organik menjadi zat organik yang ramah lingkungan. Prosesnya menggunakan kapang.
Sehingga, tandas Ayyash, hasil buangan limbah di samping sudah tampak lebih bersih, juga kadar COD (chemical oxygen demand) dan BOD (biologycal oxygen demand) pada air limbah menjadi rendah. “Ini sudah sangat adaptif bagi mikroorganisme maupun biota air. Tingkat pengurangan zat warna pada limbah batik sudah mencapai 80 persen. Bisa ditambah lagi dengan tahap penyempurnaan, “ujarnya. Ayyash mengharapkan, dalam waktu dekat, ada uji klinis terhadap air limbah yang telah diolah melalui metode yang sudah diujicobanya itu. Untuk selanjutnya, bisa diterapkan industri batik di Kota Pekalongan. “Yah, semoga saja teknologi ini nantinya akan diterapkan dalam skala besar dan meluas. Pertama di industri tekstil, mungkin saja nantinya bisa meluas ke pengolahan limbah industri yang lain. Jadi nantinya benar – benar bisa terwujud industri – industri yang ramah lingkungan,” harapnya, mengakhiri perbincangan. (way)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 15-03-2013)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Pekalongan Kota Batik - Powered by Blogger - Designed by wahyu kusuma -