Archive for 2013
Wisata Belanja Kota Pekalongan
Kota Pekalongan yang dikenal sebagai
Sentra Industri Batik, menyediakan daya tarik wisata belanja dengan
tersebarnya grosir-grosir dan showroom batik unggulan di sepanjang jalan
utama Kota Pekalongan. Ide pembuatan pasar grosir ini muncul setelah
para pengusaha Batik di Kota Pekalongan membuat suatu perhimpunan atau
perkumpulan pengusaha batik, di mana dalam pertemuannya muncul adanya
gagasan untuk menyediakan suatu tempat usaha yang menjadi pusat
pemasaran produk batik.
Keberadaan grosir dan show room batik
sangat membantu pengusaha batik Kota Pekalongan dalam memasarkan
produknya serta sangat memudahkan pembeli atau importir batik dari
daerah lain dalam usahanya mencari produk batik yang mereka inginkan.
Para wisatawan yang menggunakan Bis-bis wisata dapat masuk dan
berbelanja di kawasan grosir dengan nyaman serta dapat memilih harga dan
motif yang bervariasi.
Nyadran / Sedekah Laut
Tradisi Sedekah Laut / Nyadran banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya di Kota Pekalongan yang biasa disebut Tradisi Nyadran. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat nelayan Kota Pekalongan setiap bulan Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan Ritual Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji antara lain Kepala Kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka mainan anak-anak, serta setelah melalui beberapa prosesi dan do’a selamatan kemudian dibawa ketengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan Kepala Kerbau oleh seorang Tokoh Spiritual.
Isi perahu yang telah dilarung akan menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Allah SWT melalui barang-barang yang dilarung tersebut.
Pada saat yang bersamaan diselenggarakan juga Ritual Pementasan Wayang Kulit dengan cerita Bedog Basu yang menceritakan terjadinya ikan di darat dam di laut, serta berbagai kegiatan lomba olahraga, kesenian dan kulirner ikan hasil tangkapan nelayan.
Syawalan dan Lopis Raksasa
Kota Pekalongan kaya dengan acara Budaya Tradisional. Tradisi ini tetap terpelihara secara turun temurun dalam kurun waktu yang panjang. Para wisatawan yang kebetulan berkunjung bertepatan dengan penyelenggaraan acara-acara tradisional ini, bisa ikut menyaksikan jalannya upacara yang cukup menarik dan unik. Beberapa acara tradisi ini diantaranya adalah SYAWALAN / KRAPYAKAN ( Lopis Raksasa ).
Syawalan merupakan tradisi masyarakat Kota Pekalongan khususnya masyarakat Daerah Krapyak di bagian utara Kota Pekalongan, yang dilaksanakan pada setiap hari ketujuh sesudah Hari Raya Idul Fitri.
Hal paling menarik dalam pelaksanaan tradisi ini adalah dibuatnya Lopis Raksasa yang ukurannya mencapai tinggi 2 meter diameter 1,5 meter dan berat mencapai 225 Kg. Setelah acara do’a bersama, Lopis Raksasa kemudian dipotong oleh Walikota Pekalongan dan dibagi-bagikan kepada para pengunjung.
Para perngunjung biasanya berebut untuk mendapatkan Lopis tersebut yang maksudnya untuk mendapat berkah. Pembuatan Lopis dimaksudkan untuk mempererat tali silahturahmi antar masyarakat Krapyak dan dengan masyarakat daerah sekitarnya, hal ini diidentikkan dengan sifat Lopis yang lengket.
Masyarakat Krapyak juga biasanya menyediakan makanan ringan dan minuman secara gratis kepada para pengunjung. Jumlah pengunjung pada tradisi ini mencapai ribuan orang yang berasal dari seluruh Kota Pekalongan dan sekitarnya. Setelah pembagian Lopis selesai, biasanya para pengunjung berbondong-bondong ke Obyek Wisata Pantai Slamaran Indah untuk berlibur bersama keluarga sekedar menikmati kesegaran udara pantai atau menikmati meriahnya hiburan gratis yang telah dipersiapkan masyarakat Krapyak sebelumnya.
Dan untuk tahun 2007 ini Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan menyelenggarakan Lomba Perahu Dayung Tradisional Tingkat Kota Pekalongan dan sekitarnya bertempat di Sungai Seribu Cemara Slamaran dan diikuti oleh 48 group Dayung, keluar sebagai pemenang Group Kitiran 1000 Jambean sebagai Juara I.
Pekalongan Batik Fiesta
PEKALONGAN BATIK FIESTA
Dalam Rangka Memperingati Hari Batik Nasional
3 s/d 5 Oktober 2011
Lapangan Jetayu Kota Pekalongan
Latar Belakang- UNESCO resmi menerima pencalonan Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Berujud Bagi Kemanusiaan (Intangible Cultural Heritage for Humanity).
- Ditetapkannya 2 Oktober sebagai hari Batik.
- Dalam rangka memeriahkan World Batik Summit 2011.
- Memasyarakatkan batik dan mempromosikan penggunaan Batik sebagai wujud cinta Indonesia.
NO | HARI / TANGGAL | JAM | ACARA | PENGISI ACARA |
1 | Senin / 3 Oktober 2011 | 10.00 WIB – selesai | Pembukaan Batik Fiesta | Dibuka secara resmi oleh Ibu Negara Ani Bambang Yudoyono |
2 | Senin / 3 Oktober 2011 | 08.00 s/d 17.00 WIB | Pemecahan Rekor Muri Parade Membatik Seribu Payung | Peserta 750 orang pembatik wanita, 200 orang pelajar dan 50 orang seniman Pekalongan |
3 | Senin- Rabu / 3-5 Oktober 2011 | 10.00 s/d 21.00 WIB | Pameran Batik dan Kuliner | Stand UKM dan Pengusaha Batik |
4 | Senin-Rabu / 3-5 Oktober 2011 | 15.30 s/d 21.00 WIB | Pentas Seni dan Budaya | 3 Oktober 2011 : Mahadewi 5 Oktober 2011 : Five Minutes |
- 24 Pembatik dari buku Batikku
- Pengusaha batik Kudus mitra binaan PT. Djarum
- Pengusaha batik lokal Pekalongan.
- Pengusaha batik mitra binaan BNI
- Pengusaha batik Cirebon
- Pengusaha batik Jogja
- Pengusaha batik Lasem
- Pengusaha batik Tuban
- Pengusaha batik Solo
Pantai Pasir Kencana
Obyek Wisata Pantai Pasir Kencana merupakan Obyek Wisata Utama yang dimiliki Pemerintah Kota Pekalongan. Terletak berbatasan dengan Tempat Pelelangan Ikan atau Pelabuhan Perikanan Nusantara di Pantai Utara Jawa, dengan jarak tempuh 4,5 Km dari kota / stasiun kereta api, luas lahan pantai ini adalah 1,5 Ha. Obyek Wisata yang dikelola oleh Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan, ini dibuka untuk umum dari jam 06.00 wib – 21.00 wib. Fasilitas yang tersedia adalah mainan anak-anak dan taman bermain, panggung terbuka, koleksi satwa, bangku dan taman untuk bersantai, Becak Air, Cafe/ warung makan, Musholla, toilet dan Kamar Mandi Bilas, serta lahan parkir.
Obyek Wisata lain yang ada disekitar Pantai Pasir Kencana adalah adanya Krematorium, Pura dan tambak-tambak ikan serta Aquarium Ikan Laut yang ada di Pelabuhan Perikanan. Disini pengunjung dapat bersantai sambil menyaksikan matahari terbit / terbenam, aktivitas nelayan dan perahunya, bermain di taman, memancing, olah raga pantai atau sekedar menghirup udara pantai yang segar. Pengunjung biasanya paling banyak datang pada hari Minggu / Libur dan hari Jum’at pagi. Setiap pengunjung wajib membayar tiket masuk dengan harga sebesar Rp. 1.100,00 (hari biasa) ; Rp. 1.600,00 (hari Munggu/Libur) dan Rp. 2.100,00 (Malam Minggu) serta untuk semua tiket sudah termasuk Asuransi.
Pantai Slamaran Indah
Pantai Slamaran Indah terletak di sebelah timur Pantai Pasir Kencana, dibatasi oleh muara Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, dapat dicapai lewat muara pelabuhan dengan perahu pesiar dan lewat jalur darat dengan menggunakan angkutan umum sekitar 5 Km dari pusat kota atau terminal bus Kota Pekalongan. Sebagai daerah wisata, Pantai Slamaran memiliki pemandangan yang sangat indah, udara yang segar dan dapat pula disaksikan terbit dan terbenamnya matahari sehingga sangat menarik untuk dikunjungi.
Luas lahan Pantai Slamaran Indah sekitar 3,5 Ha, dilengkapi fasilitas lahan parkir yang luas, rumah makan, warung makan serta perahu sewa yang siap mengantarkan pengunjung berkeliling di sekitar Pantai Slamaran.
Harga tiket masuk sebesar Rp. 500,00 (hari biasa) ; Rp. 1.000,00 (hari Munggu/Libur) dan Rp. 2.000,00 (Malam Minggu) serta untuk semua tiket sudah termasuk Asuransi.
Ramah Lingkungan, Kurangi Pencemaran Hingga 80 Persen
Cara Mengolah Limbah Batik Dengan Jamur Kayu Lapuk
BANYAKNYA industri batik yang berkembang di 'Kota Batiknya Dunia'. Belum dibarengi dengan kesadaran penanganan Pencemaran limbah batik yang ditimbulkan. Limbah batik belum diolah secara optimal, agar dampak pencemarannya terhadap lingkungan bisa dikurangi. Apakah itu industri batik dalam skala rumahan, ataupun besar. Banyaknya kendala yang dihadapi untuk mewujudkan niat mengolah limbah batik menjadi lebih ramah lingkungan. Mulai dari besarnya biaya pembuatan instalasi pengolah limbah (Ipal), hingga persoalan minimnya lahan untuk membangun prasarana dan sarana pengolah limbah. Hal inilah yang melatarbelakangi sebuah tim kecil yang dikomandani Abu Ayyash, warga Kelurahan Panjang Baru RT 4 RW 5 Kecamatan Pekalongan Utara. Ayyash, yang juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Front Pembela Islam (FPI) Kota Pekalongan, bersama tiga anggota timnya, masing – masing Ibnu Aidy, Cherik AG, serta Tufail, mencoba membuat inovasi untuk mengatasi permasalahan limbah batik.
Akhir
tahun 2012 lalu, mereka telah mengusulkan kepada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat tentang pembuatan instalasi
pengolahan limbah batik yang ramah lingkungan. Metodenya, adalah
pengolahan limbah dengan memanfaatkan jamur kayu lapuk dengan skala
industri rumahan. Maka, proposal berjudul 'Membuat instalasi pengolah
limbah batik melalui pemanfaatan teknologi fermentasi berbahan jamur
kayu lapuk berskala industri rumahan dalam upaya mendukung program clean
development mechanism di Kota Pekalongan, mereka usulkan ke Bappeda.
Hibah Bersaing
Kegiatan
yang terangkum secara rinci dalam proposal itu, diusulkan untuk
mengikuti program kegiatan 'Hibah Bersaing' tahun 2012 yang
diselenggarakan Bappeda Kota Pekalongan, kisaran November 2012. bappeda
akhirnya menyetujuinya. Hingga kemudian, pengolahan limbah batik dengan
memanfaatkan jamur kayu lapuk diujicobakan secara nyata di lapangan pada
sebuah lahan milik pengrajin batik di Kradenan, Pekalongan Selatan.
Hasilnya, cukup memuaskan. Pembuatan instalasi pengolah limbah yang
mereka usulkan mendapat apresiasi, yakni menjadi salah satu pemenang
kegiatan hibah bersaing. Meski belum teruji secara klinis, namun dilihat
secara fisik, kepekatan warna air limbah batik bisa dikurangi hingga
sekitar 80 persen. Ditemui di rumahnya yang cukup sederhana. Abu Ayyash
membeberkan mengani mekanisme sistem kerja dari awal, pembuatan
instalasi pengolah limbah yang ia kembangkan bersama timnya itu.
Murah, Mudah
Menurut
dia, apa yang sudah ia lakukan bisa diaplikasikan oleh siapa saja,
terutama para pengrajin batik yang ingin agar efek pencemaran limbah
hasil industrinya terhadap lingkungan bisa dikurangi. “Selain biayanya
relatif murah, mudah diaplikasikan, juga ramah lingkungan,” kata Ayyash,
(14/3). Dalam ujicoba di sebuah home industri batik milik seorang
pengrajin di Kradenan, besaran biaya dari sejak instalasi, pembelian
bahan – bahan dan material, hingga upah tukang sebesar Rp 10 juta. Itu
selesai dikerjakan dalam waktu lima hari. Sementara, bak pengolah limbah
yang diujicoba menampung sekitar 1.500 liter air. “Kalau ingin lebih
ideal lagi, total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 17 juta hingga Rp 20
juta,” imbuhnya.
Ia
memaparkan, prinsip kerja pengolah limbah yang ia kembangkan merupakan
perpaduan metode biologis dan fisika. Material yang digunakan antara
lain jamur kayu lapuk (sebagai degradator / pengurang zat warna),
bebatuan vulkanik (sebagai penyaring), batu zeolit (sebagai penjernih),
dan karbon aktif (penetralisir bau). Dipakai pula material 'chithosan',
yang merupakan pecahan atau serbuk kulit kerang maupun udang. “Bahan ini
berfungsi untuk mengurai logam berat yang terkandung dalam air limbah,”
jelasnya. Secara garis besar, Ayyash menjelaskan, ada lima tahapan yang
dilalui dalam instalasi pengolahan limbah yang dikembangkannya, yakni
pengendapan (presipitasi), dekolorisasi, dekomposisi, detoksifikasi,
serta filterisasi.
Tahap
pengendapan, air limbah ditampung dulu dalam bak penjebak. Tujuannya
untuk memisahkan partikel zat warna batik agar bisa terurai secara
fermentasi. Dalam bak tersebut, dikasih kapang (sejenis jamur). Dari bak
pertama, air limbah masuk ke bak kedua yang berisi bebatuan vulkanik.
Melalui pori – pori bebatuan ini, proses penyaringan sudah terjadi.
Antara air dan zat warna sudah mulai terpisah. “Selanjutnya, air limbah
dialirkan ke bak ke tiga, berisi chithosan untuk memisahkan logam
berat,” sambungnya. Dijelaskannya, hingga tahap ini, sudah terjadi
proses 'dekolorisasi'. Yaitu pengurangan kandungan zat warna secara
degradasi.
Tahap
selanjutnya, mengalirkan limbah pada bak penampungan yang dikasih media
batu zaolit. Dari sinilah, perubahan zat warna sudah tampak jelas.
Sebelumnya, jelas Ayyash, zeolit sudah diproses melalui 'fotokatalisasi'
dengan jamur yang sudah dicairkan. “Kita memanfaatkan ultraviolet dari
sinar matahari dalam proses fotokatalisasi ini,” ungkapnya. Fase
berikutnya, adalah 'detoksifikasi' atau pengurangan kandungan racun di
limbah. Yakni memakai karbon aktif. Selanjutnya pada fase terakhir,
proses dekomposisi. Yaitu penyempurnaan pengolahan limbah dari zat
an-organik menjadi zat organik yang ramah lingkungan. Prosesnya
menggunakan kapang.
Sehingga,
tandas Ayyash, hasil buangan limbah di samping sudah tampak lebih
bersih, juga kadar COD (chemical oxygen demand) dan BOD (biologycal
oxygen demand) pada air limbah menjadi rendah. “Ini sudah sangat adaptif
bagi mikroorganisme maupun biota air. Tingkat pengurangan zat warna
pada limbah batik sudah mencapai 80 persen. Bisa ditambah lagi dengan
tahap penyempurnaan, “ujarnya. Ayyash mengharapkan, dalam waktu dekat,
ada uji klinis terhadap air limbah yang telah diolah melalui metode yang
sudah diujicobanya itu. Untuk selanjutnya, bisa diterapkan industri
batik di Kota Pekalongan. “Yah, semoga saja teknologi ini nantinya akan
diterapkan dalam skala besar dan meluas. Pertama di industri tekstil,
mungkin saja nantinya bisa meluas ke pengolahan limbah industri yang
lain. Jadi nantinya benar – benar bisa terwujud industri – industri yang
ramah lingkungan,” harapnya, mengakhiri perbincangan. (way)
(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 15-03-2013)
Siswa SMP 8 Pekalongan Juara Kontes Robotik
PEKALONGAN
– Siswa SMP 8 Kota Pekalongan mengangkat nama sekolahnya dalam lomba
kontes robotik tingkat Jateng di Semarang, baru – baru ini. Tim robotik
yaitu, Eiden Ilham (13) dan Jibril M Agassi (13), meraih prestasi dalam
dua event sekaligus. Keduanya meraih juara III dalam lomba Robot Vaganza
di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Kemudian, dalam kontes
robotik yang dikemas dalam Smart Robotic Competition Semarang, berhasil
menjadi juara II. Masing – masing mendapatkan piala, dan ruang
pembinaan.
Menurut
Kepala Sekolah SMP 8, Zaenal Muhibin, sebelum mengikuti lomba, siswanya
mengikuti workshop robotik di SMA Bernadus Pekalongan. Hal itu
bertujuan agar siswa melek tekhnologi. Sekolah lalu mengirinkan peserta
dalam lomba robotik, ternyata anak – anak mampu menorehkan prestasi.
“lomba itu diikuti siswa se-Jateng. Kendati baru pertama ikut lomba
kontes robot, siswa SMP 8 mampu membawa pulang piala,” terang Zaenal
Muhibin didampingi Waka Kesiswaan Lilik Martoyo, baru – baru ini.
Kekompakan Tim
Atas
prestasi itu, pihak sekolah berkomitmen mendorong siswanya, agar ke
depan mampu berprestasi dalam kegiatan lain. Di samping itu, lanjut dia,
dunia robotik bisa dikembangkan di sekolah. Bakat yang dimiliki Eiden
dan Jibril dapat ditularkan kepada teman – temannya. Eiden mengaku
bangga atas prestasi yang diraihnya. “Saya senang sekali atas prestasi
kali ini,” tutur Eiden. Warga Jalan Patriot No 51 Kota Pekalongan, itu
berkeinginan ingin mengembangkan bakatnya tersebut. (H63-74)
(SUMBER : SUARA MERDEKA, 17-04-2013)
Tepung Karaginan dari Rumput Laut
PEKALONGAN – Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan masyarakat di wilayah pesisir. Namun sebagian besar masih mengandalkan penjualan rumput laut dalam bentuk rumput laut kering. Padahal, banyak produk turunan yang bisa dikembangkan dari budidaya rumput laut diantaranya tepung karaginan. Terkait hal ini, Program Implementasi Teknologi Daerah (Iptekda) Lembaga Ilmu engetahuan Indonesia(LIPI) bekerja sma dengan Fakultas Perikanan Universitas Pekalongan (Unikal) memberikan Pelatihan Peningkatan Produksi Tepung Karaginan dari Rumput Laut kepada siswa SMK Perikanan Irma di SMK Perikanan Irma, Sabtu (27/4).
Ketua
Program Iptekda LIPI_Fakultas Perikanan Unikal, Beni Diah Madusari
menerangkan, rumput laut merupakan penghasil karagiann yang banyak
digunakan untuk bahan pada industri makanan, minuman, farmasii, keramik,
kosmetik, textil maupun batik. Pada Industri tekstil dan batik , kata
dia, tepung karaginan berfungsi sebagai bahan pencampuran warna pada
proses mewarnai agar warna melekat pada tiap-tiap serat benang. “Selama
ini, bahan yang digunakan pada industri tekstil dan batik di impor dari
China. Dengan pelatihan ini kami berharap unit produksi SMK Perikanan
Irma bisa memproduksi tepung karaginan agar bisa dimanfaatkan perajin
batik di Kota Pekalongan,”paparnya.
Lebih Ekonomis
Menurut
dia, penggunaan tepung karaginan pada industri tekstil dan batik jauh
lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan yang di impor dari China
tersebut. Selisihnya sekitar Rp 5.000 hingga Rp 7.500. Sementara itu
pada industri makanan, tepung karaginan berfugsi sebagai pengental.
Pelatihan diikuti 30 peserta, terdiri atas siswa dan guru SMK Perikanan
Irma. Untuk menunjang produksi tepung karaginan di sekolah tersebut,
Program Iptekda LIPI-Fakultas Perikanan Unikal menyerahkan bantuan mesin
penepung, mesin perajang, mesin penggiling tepung, ekstraktor,
timbangan dan sealer.
Kepala
SMK Perikanan Irma, Suswasono mengatakan, pihaknya akan segera
menindklanjuti pelatihan hari itu dengan memproduksi tepung karaginan.
“Kami akan segera memproduksi tepung karaginan,”tegasnya. Menurut dia,
selama ini, unit produksi pengolah hasil perikanan SMK Perikanan Irma
telah memproduksi rumput laut untuk beragam olahan dan turunannya.
Selain untuk minuman, rumput laut diolah menjadi stik rumput laut dan
nastar rumput laut.(K30-69)
(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 29-04-2013)
Warga Duwet Manfaatkan Limbah Tahu untuk Biogas
SEKITAR 60 kepala keluarga di Kelurahan Duwet, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan memanfaatkan air limbah tahu menjadi energi alternatif untuk kebutuhan memasak. Selain lebih aman, menggunakan biogas alami tersebut juga hemat, karena warga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli gas elpiji. Biogas yang berasal dari tiga unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tahu dan tempe di Kelurahan Duwet tersebut, sejak tahun 2008 telah dimanfaatkan warga sekitar yang sebagian besar merupakan produsen tahu untuk kebutuhan memasak atau pengganti gas elpiji.
“IPAL
ini dibangun oleh Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Pekalongan sekitar
lima tahun lalu. Selain sebagai tempat pembuangan limbah tahu, IPAL ini
juga dimanfaatkan untuk energi alternatif,” kata Tasurip (30), warga
setempat. Warga RT 05/01 Kelurahan Duwet itu mengatakan, selain 25
kepala keluarga di RT 05/01 yang menggunakan biogas limbah tahu, sekitar
35 rumah tangga yang berada di RT 02/01 dan RT 03/01 Kelurahan Duwet
juga mengalirkan biogas dari IPAL tahu dan tempe ke rumah masing-masing.
Dia
menjelaskan, teknologi untuk mengubah limbah menjadi biogas tidak
terlalu rumit. Limbah cair dari sari tahu dari tempat pembuatan tahu
dialirkan ke kolam penampungan yang tertutup rapat. Selama mengendap di
dalam kolam penampungan, limbah tahu mengalami proses fermentasi bakteri
yang menghasilkan biogas. “Selanjutnya, biogas disalurkan melalui pipa
paralon menuju kolam penampungan pemanfaatan di dekat bangunan IPAL. Dai
IPAL tersebut, warga menyalurkan biogas ke rumah masing-masing
menggunakan pipa paralon kecil kemudian disambungkan ke kompor gas,”
terangnya.
Lebih Aman
Menurut
warga lainnya, Kasnadi, api yang dihasilkan limbah tahu itu tidak kalah
biru dari gas elpiji produksi pabrik. Selain itu, energi biogas juga
tidak berbau dan jauh lebih aman, karena tidak khawatir akan meledak
seperti yang kerap terjadi pada tabung gas elpiji. “Hanya dengan
bermodalkan pipa atau paralon, setiap warga yang berminat memanfaatkan
biogas limbah cair tahu untuk kebutuhan memasak secara gratis, cukup
menyambungkan pipa dari IPAL ke rumah,” ujarnya. Dia mengatakan,
keberadaan tiga unit IPAL di Kelurahan Duwet sangat bermanfaat bagi
warga Duwet yang sebagian besar bermata pencarian sebagai perajin tahu.
Selain menampung limbah tahu agar tidak mencemari lingkungan sekitar,
IPAL juga menghasilkan biogas yang aman dan gratis. (marni soeyudi/06)
(SUMBER : HARIAN PEKALONGAN, 03-05-2013)
Prestasi
Daftar Prestasi / Penghargaan Kota Pekalongan
No
|
Nama Penghargaan / Prestasi
|
Keterangan
|
1.
|
Citra Pesona Wisata (CIPTA) Terbaik Kategori Daya Tarik Wisata Budaya Museum Batik
|
KemParenkraf (2012)
|
2.
|
Juara III Nasional Desa Wisata
|
Kampung Batik Kauman (2012)
|
3.
|
Penghargaan Pangan / Peningkatan Beras
|
(2012: Presiden/Kem. Pertanian – 120 Kab/Kota)
|
4.
|
Juara I Nasional IOSA 2012
|
IOSA (Indonesia Open Source Award) – TIK Open Source (10 Kab/Kota)
|
5.
|
Tokoh Open Source Nasional 2012
|
Kem. Kominfo – 3 Orang
|
6.
|
Adipura (2012)
|
Presiden / Kementrian LH
|
7.
|
E-Goverment Award – TIK (2012)
|
Kem.Kominfo; 6 kab/kota lain
|
8.
|
KPID Award 2012
|
7 Kab/Kota Se-Jateng
|
9.
|
Upakarti 2011
|
Presiden / Kemenperin (7 Kab/Kota lain)
|
10.
|
Juara I MDGs Award 2011 (Wapres)
|
Bersama 3 Kab/Kota lain
|
11.
|
ICT Pura (ICT/TIK – Teknologi Informasi dan Komunikasi) – Adipura Bidang TIK (2011)
|
Kem. Kominfo : 30 Kab/Kota
|
12.
|
Juara I Nasional IOSA Tahun 2011 – TIK Open Source
|
Kem. Kominfo: 10 Kab/Kota
|
13.
|
Adipura 2011
|
Presiden / Kementrian LH ± 60 Kab/Kota
|
14.
|
Adipura 2010
|
Presiden / Kementrian LH
|
15.
|
IMP (Inovasi Manajemen Perkotaan) 2011
|
Kemendagri
|
16.
|
Innovating Region Award 2011
|
BPPT - Kemenristek
|
17.
|
Innovation Leadership Award 2011
|
BPPT - Kemenristek
|
18.
|
Juara I Kinerja ke-PU-an 2011
|
Kemen. PU
|
19.
|
Juara III Nasional BLC (Pembelajaran & Pemberdayaan Masyarakat – TIK) 2011
|
|
20.
|
Innvestment Award / PTSP Terbaik II Nasional 2010 (BKPM)
|
|
21.
|
Adiupaya Puritma 2010
|
Kemen. Perumahan
|
22.
|
Kota Pekalongan ditetapkan sebagai Kota Penggerak Koperasi Oleh Kemen. Koperasi & UMKM Th. 2010
|
|
23.
|
Best Practise Pelestarian Batik dari UNESCO – PBB (2009)
|
|
24.
|
Citra Bhakti Abdi Negara (CBAN – Kemenpan 2009)
|
|
25.
|
Amal Bhakti Kementrian Agama
|
|
26.
|
Karya Bhakti Husada Kemenkes
|
|
27.
|
Manggala Karya Kencana - BKKBN
|
|
28.
|
Penghargaan Swasti Saba - Kemenkes
|
|
29.
|
Mewakili Indonesia di UN habitat Conference – Penanganan Lingkungan Kumuh
|
|
Visi dan Misi Pembangunan Daerah
A.Visi
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008, bahwa RPJMD memuat visi, misi dan program kepala daerah. Visi dan Misi kepala daerah yang dimaksud adalah dalam hal ini adalah pasangan Walikota-Wakil Walikota Pekalongan terpilih untuk masa jabatan tahun 2010-2015. Visi dan Misi dimaksud yang selanjutnya akan dijabarkan dalam dokumen RPJMD ini adalah sebagai berikut:
Terwujudnya Kota Jasa yang Berwawasan Lingkungan menuju Masyarakat Madani Berbasis Nilai-nilai Religiusitas.
Penjelasan :
Dalam visi tersebut di atas terdapat empat gagasan pokok yang menjiwai seluruh gerak dan proses pemerintahan dan pembangunan Kota Pekalongan , yaitu :
Pertama, terwujudnya kota jasa, dimaksudkan sebagai pembangunan ekonomi daerah yang mengutamakan keunggulan ekonomi berbasis kreativitas, inovasi, pengetahuan, keahlian, pelayanan, etika, etos kerja yang tinggi dan potensi daerah di-berbagai bidang kehidupan, seperti pariwisata, perdagangan, industri, perikanan, pendidikan, dan lain-lain, dalam rangka membentuk masyarakat wirausaha yang mandiri. Dengan demikian tewujudnya kota jasa dalam pembangunan ekonomi Kota Pekalongan menekankan daya saing yang bersumber pada keunggulan Sumber Daya Manusia dibanding pada keunggulan Sumber Daya Alam yang semakin hari semakin terbatas.
Kedua, berwawasan lingkungan, terwujudnya Kota Pekalongan yang Lestari, nyaman, berdaya dukung dan berkelanjutan, bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Dengan demikian Kota Pekalongan menjadi lingkungan hunian atau tempat tinggal yang nyaman bagi warga, serta lestari dan berdaya dukung bagi kelangsungan penyelenggaraan berbagai usaha warga Kota Pekalongan.
Ketiga, masyarakat madani. Pada dasarnya pembangunan dan seluruh aktivitas pemerintahan merupakan upaya untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang sejahtera, maju, berdaya, mandiri dan beretika dalam menjalankan, mengelola dan mengatur kehidupan bersama secara tertib, berkeadilan, bermartabat dan berbudi pekerti luhur.
Keempat, berbeasis nilai-nilai religiusitas menjadi sandaran dan pertimbangan pokok penyelenggaraan proses pemerintahan dan pembangunan serta pilar utama masyarakat madani yang dicita-citakan agar terbentuk keseimbangan antara kemajuan di bidang material dengan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan masyarakat.
B. Misi
Misi RPJMD Kota Pekalongan tahun 2010 – 2015 adalah sebagai berikut:
1.Mengembangkan potensi ekonomi daerah dengan mendorong masyarakat berwirausaha.
2.Mengembangkan infrastruktur dan membangun kerjasama antar daerah.
3.Mengutamakan pendidikan yang berbudi pekerti, bermutu, relevan dan terjangkau.
4.Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pengelolaan keluarga berencana.
5.Mengembangkan kelembagaan dan pendidikan keagamaan.
6.Percepatan penanggulangan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat
7.Meningkatkan daya dukung dan kelestarian lingkungan
8.Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
9.Reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang amanah
(Sumber : RPJMD Kota Pekalongan Tahun 2010-2015)
Geografi
Kota Pekalongan terletak di Pantai Utara Pulau Jawa, dengan orbitasi antara 6°50’44’’-6°55’44’’ Lintang Selatan dan 109°37’55’’-109°42’19’’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah administratif Kota Pekalongan sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa;
Sebelah Timur berbatasan Kabupaten Batang;
Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang.
Sebelah Barat adalah Kabupaten Pekalongan.
Jarak terjauh dari Utara ke Selatan ± 9Km dan dari Barat ke Timur ± 7 Km. Luas Wilayah Kota Pekalongan 4.525 ha dengan topografis terletak di dataran rendah pantai Utara Pulau Jawa, dengan ketinggian lahan antara 0 - 6 meter dpl dengan keadaan tanah berwarna agak kelabu jenis tanah aluvial kelabu kuning dan aluvial yohidromorf.
Secara administratif Kota Pekalongan terbagi menjadi 4 kecamatan dan 47 kelurahan, masing-masing sebagai berikut :
Kecamatan Pekalongan Barat, terdiri dari 13 kelurahan;
Kecamatan Pekalongan Timur, terdiri dari 13 kelurahan;
Kecamatan Pekalongan Selatan, terdiri dari 11 kelurahan;
Kecamatan Pekalongan Utara, terdiri dari 10 kelurahan.
Dari luas Kota Pekalongan seluas 4.525 ha, terdiri dari tanah sawah seluas 1.266 ha dan tanah kering seluas 3.259 ha. Tanah sawah sebagian besar yang memiliki irigasi teknis seluas 1.164 ha. Sedangkan lahan kering dipergunakan untuk pemukiman, bangunan dan pekarangan seluas 2.543 ha, tegalan seluas 299 ha, dan rawa-rawa yang tidak ditanami seluas 171 ha, serta lahan pertambakan seluas 163 ha.
Branding
Branding Kota Pekalongan sebagai 'World's City of Batik' digmbarkan dalam sebuah visual sebagamana tampak di atas, yang merupakan logotype dimana tulisan “Pekalongan” merupakan logo dengan penggayaan yang menggambarkan dinamisme kota yang kaya akan budaya dan tradisi dengan masyarakat yang sangat hangat & bersahabat.
- Logo diakhiri dengan lengkungan batang bunga ke atas yang menggambarkan tumbuh kembangnya kota dengan dalam semangat batik.
- Karakter logotype diadaptasi dari penggayaan pengerjaan batik, menggambarkan keunikan kota Pekalongan yang inspiratif.
- Logotype dibuat dalam 1 warna solid yang dapat tampil dalam berbagai warna, merupakan simbolisasi keluwesan kota dalam mengikuti perkembangan tren dunia.
Sesanti
Sesanti masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota Pekalongan dalam melaksanakan pembangunan daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 5 Tahun 1992 tentang 'Pekalongan Kota Batik' Sebagai Sesanti Masyarakat dan Pemerintah Kotamadya Di Dalam Membangun Masyarakat, Kota dan Lingkungannya.
Dalam Perda tersebut ditetapkan bahwa sesanti Masyarakat dan Pemerintah daerah adalah 'PEKALONGAN KOTA BATIK', yang mengandung makna sebagai suatu tatanan kehidupan masyarakat dan aparat Pemerintah Daerah beserta Lingkungan Wilayahnya yang didalamnya mengandung arti tentang tujuan Pembangunan Kota Pekalongan yang menuju pada Kota Bersih, Aman, Tertib dan Indah dengan masyarakat yang ramah tamah ( Komunikatif ).
Tatanan kehidupan yang menggambarkan sesanti Pekalongan Kota Batik, adalah mengandung 5 (Lima) aspek yang harus ditangani dan diatur, yaitu : (1) Kebersihan; (2) Keamanan; (3) Ketertiban ; (4) Keindahan; dan (5) komunikatif.
Logo
Lambang Daerah yang disahkan tersebut di antaranya asal-usul nama Pekalongan berpijak kepada asal kata 'A-PEK-ALONGAN' yang berarti sejarah pertumbuhannya Kota Pekalongan karena tempat penangkapan ikan laut.
Secara garis besar, logo atau lambang Kota Pekalongan terdiri dari:
- Bagian kesatu, Berdasar kuning emas muda sebagai lambang sejahtera berisi lukisan “canting” memperlambang “Kota Batik”. Canting berwarna merah sebagai lambang hidup dan tangkainya berwarna hijau daun padi yang sedang tumbuh sebagai lambang kesejahteraan.
- Bagian kedua, bermotif batik “ Jlamprang” memperlambang seni batik.
- Bagian ketiga, berdasar biru menggambarkan laut berisi 3 ( trias politica ) ikan berwarna putih perak di dalam jaring berwarna hitam yang berarti sejarah pertumbuhan asal mulanya Kota Pekalongan tumbuh karena tempat penangkapan ikan laut ( A- Pek- ALONG- AN).
- Bagian keempat, perisai bertajuk lukisan benteng sebagai lambang Kota dengan 5 (Pancasila) menara, satu diantaranya yang ditengah merupakan pintu gerbang dan sedikit lebih tinggi dari yang lain, menggambarkan adanya 1 sila yang menonjol, yakni 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Yang berarti penduduknya beribadah “. Benteng berwarna hitam bata lambang kekuatan.
- PERISAI : Dasar bentuknya adalah dua tameng (perisai) bulat ialah bentuk tameng Jawa asli.
- BETENG: Daerah Kota Pekalongan dilambangkan dengan beteng Mataram, sebab Kota timbul dari beteng dan Pekalongan menurut sejarahnya semula termasuk wilayah Mataram. Warna hitam = batu, yang menggambarkan kekuatan.
- IKAN DI DALAM JARING : Lambang Kota yang asal mulanya tumbuh, karena tempat penangkapan ikan laut (A-PEK-ALONG-AN). Warna ikan putih = Perak, yang menggambarkan hasil yang berfaedah. Jaring berwarna hitam.
- DASAR IKAN DAN JARING ; Warna Bitu, yang berarti samudera yang makmur.
- CANTING : Lambang Kota Batik. Warna Canting ; Merah melambangkan perdagangan batik yang hidup.
- DASAR CANTING KUNING: Warna padi lambang kesejahteraan.
- TANGKAI CANTING : Motif batik Jlamprang berwarna hijau daun padi yang sedang tumbuh yang melambangkan senantiasa tumbuh ke arah kesejahteraan.
Sejarah Singkat
Sejarah Singkat Kota Pekalongan
Kota Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan dengan laut jawa di utara, Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat dan Kabupaten Batang di timur. Kota Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Timur. Kota Pekalongan terletak di jalur pantai Utara Jawa yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya. Kota Pekalongan berjarak 384 km di timur Jakarta dan 101 km sebelah barat Semarang. Kota Pekalongan mendapat julukan kota batik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bahwa sejak puluhan dan ratusan tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan. Batik telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan terbukti tetap dapat eksis dan tidak menyerah pada perkembangan jaman, sekaligus menunjukkan keuletan dan keluwesan masyarakatnya untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru.
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1825-1830. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan terbesar ke Timur dan Barat. Di daerah-daerah baru itu mereka kemudian menggembangkan batik. Ke arah timur berkembang dan mempengaruhi batik yang ada di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedangkan ke barat berkembang di banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya semakin berkembang, Terutama di sekitar daerah pantai sehingga Pekalongan kota, Buaran, Pekajangan, dan Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik. Sehingga tumbuh beberapa jenis motif batik hasil pengaruh budaya dari berbagai bangsa tersebut yang kemudian sebagai motif khas dan menjadi identitas batik Pekalongan. Motif Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab. Motif Encim dan Klenengan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Motif Pagi-Sore dipengaruhi oleh orang Belanda, dan motif Hokokai tumbuh pesat pada masa pendudukan Jepang.
Kota Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa. Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan laut oleh para nelayan dari berbagai daerah. Selain itu Kota Pekalongan banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut,seperti ikan asin, ikan asap, tepung ikan, terasi, sarden, dan kerupuk ikan, baik perusahaan bersekala besar maupun industri rumah tangga.
Kota Pekalongan terkenal dengan nuansa religiusnya, karena mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ada beberapa adat tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di daerah lain semisal; syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan adalah perayaan tujuh hari setelah Idul Fitri dan disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para pengunjung.
Nama Pekalongan sampai saat ini belum jelas asal-usulnya, belum ada prasasti atau dokumen lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan, yang ada hanya berupa cerita rakyat atau legenda. Dokumen tertua yang menyebut nama Pekalongan adalah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements Besluit) Nomer 40 tahun 1931:nama Pekalongan diambil dari kata “Halong” (dapat banyak) dan dibawah simbul kota tertulis “Pek-Alongan”.
Kemudian berdasarkan keputusan DPRD Kota Besar Pekalongan tanggal 29 januari 1957 dan Tambahan Lembaran daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4 dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958:nama Pekalongan berasal dari kata “A-Pek-Halong-An” yang berarti pengangsalan (Pendapatan).
Pada masa VOC (abad XVII) dan pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, sistem Pemerintahan oleh orang pribumi tetap dipertahankan. Dalam hal ini Belanda menentukan kebijakan dan prioritas, sedangkan penguasa pribumi ini oleh VOC diberi gelar Regant (Bupati). Pda masa ini, Jawa Tengah dan jawa Timur dibagi menjadi 36 kabupaten Dengan sistem Pemerintahan Sentralistis
Pada abad XIX dilakukan pembaharuan pemerintahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang tahun 1954 yang membagi Jawa menjadi beberapa Gewest/Residensi. Setiap Gewest mencakup beberapa afdelling (setingkat kabupaten) yang dipimpin oleh asisten Residen, Distrik (Kawadenan) yang dipimpin oleh Controleur, dan Onderdistrict (Setinkat kecamatan) yang dipimpin Aspiran Controleur.
Di wilayah jawa Tengah terdapat lima Gewest, Yaitu:
- Semarang gewest yang terdiri dari semarang, Kendal, Demak, Kudus, Pati, Jepara dan Grobongan.
- Rembang Gewest yang terdiri dari Rembang, Blora, Tuban, dan Bojonegoro
- Kedu Gewest yang terdiri dari Magelang,Temanggung,Wonosobo,Purworejo,Kutoarjo, Kebumen,dan karanganyar.
- Banyumas Gewest yang terdiri dari Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.
- Pekalongan gewest terdiri dari Breber, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang.
Pada pertengahan abad XIX dikalangan kaum liberal Belanda muncul pemikiran etis-selanjutnya dikenal sebagai Politik Etis – yang menyerukan Program Desentralisasi Kekuasaan Administratip yang memberikan hak otonomi kepada setiap Karesidenan (Gewest) dan Kota Besar (Gumentee) serta pemmbentukan dewan-dewan daerah di wilayah administratif tersebut. Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dengan dikeluarkannya Staatbland Nomer 329 Tahun 1903 yang menjadi dasar hukum pemberian hak otonomi kepada setiap residensi (gewest); dan untuk Kota Pekalongan, hak otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 tentang Decentralisatie Afzondering van Gelmiddelen voor de Hoofplaatss Pekalongan uit de Algemenee Geldmiddelen de dier Plaatse yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan dewan-dewan daerah, sedangkan Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus oleh dwitunggal Soekarno-Hata di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata untuk merebut markas tentara Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil, sehingga pada tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari tentara Jepang.
Secara yuridis formal, Kota Pekalongan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat/Jawa Tengah/Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan berubah sebutannya menjadi Kotamadya Dati II Pekalongan.
Terbitnya PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5 Desember 1988 dan ditinjaklanjuti dengan Inmendagri Nomor 3 Tahun 1989 merubah batas wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan sehingga luas wilayahnya berubah dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 Kecamatan, 22 desa dan 24 kelurahan.
Sejalan dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi disegala bidang, diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan.